Hi, Sahara ZhafachieQa disini. Kali ini ngepost cerpen.
Fic ga jelas ini cuma pelampiasan amarahku aja.
Kalo di publish di blog pribadi, ntar ada yg nangis. Kalo publish di ffn bikin malu aja, jadi bagusan aku publish disini.
Disclaimer: Apapun itu, bukan punyaku!
Pertama kali aku kenal dgnnya, aku bicara dgnnya, aku berkesimpulan dia teman yg baik. Dalam waktu tak sampai sebulan pun kami menjadi sahabat yg kompak. Tidak dgn dia aja, juga 2 teman yg lain. Ya, kami jadi sahabat krn susunan bangku kami di kelas. Aku & Ino duduk sebangku. Tenten & Hinata duduk di belakang kami. Otomatis setiap belajar maupun gosip, kami memilih teman yg jaraknya terdekat. Aku penetap dikelas itu, sedangkan ketiga yg lain dulu dari kelas lain. Awalnya aku acuh tak acuh dgn mereka, krn aku tak biasa beradaptasi dgn suasana baru. Namun, ternyata tidak buruk kok.
Ino, teman sebangku, sering sharing. Dia tau tentang fashion. Dia pernah memakeoverku, namun aku menolak. Aku benci peralatan rias. Tenten, dia duduk dibelakang Ino. Dia sarkastik, lumayan cerewet, namun dia lemah di semua pelajaran kecuali olahraga. Cerewetnya itu pernah menyelamatkan aku dari terkaman kakak kelas lho. Hinata, dia pendiam, tapi gak juga. Dia sumber ide jika belajar kelompok. Dia anak manis. Termanis diantara kami berempat. Dia bisa menyanyi. Suaranya bagus. Terkadang dia nyanyi bareng Ino. Sementara aku dan Tenten cuma nonton doang. Kadang Sasuke dan Naruto mengiringi dgn gitar.
Namun, setelah naik kelas, kami terpisah.
Aku dan Ino tetap berada di kelas kami sedangkan Hinata dan Tenten masuk ke kelas lain.
"Tenanglah, Sakura. Walaupun kita beda kelas, kita tetap bisa bertemu kan? Kami akan sering-sering kesini kok," ujar Hinata. Kalimatnya menenangkan hatiku. Memang aku tak berharap mereka sering berkunjung, tapi yg kuharapkan ia mengatakan hal itu. Persahabatan tetap terjalin walau beda kelas. Bisa dibilang, aku lebih dekat dgn Hinata dibanding teman sebangku sendiri.
Sekarang di kelas hanya ada aku & Ino. Dibelakang kami tidak ada teman yg biasa bersama kami. Sunyi. Sepi. Tak ada yg bernyanyi dikala jam kosong dan tak ada yg ngomelin aku karena aku kerajinan menulis catatan pelajaran. Terbesit dipikiranku, aku ingin ikut mereka dikelas lain. Tapi Ino mencegahku.
"Jangan Sakura, kalau kau dikelas bawah tamat sudah impianmu utk mendapat undangan dan beasiswa dari universitas yg kau idamkan!"
Benar juga, impianku bisa kandas. Dari dulu sampai sekarang aku menetap di kelas inti ini utk merebut undangan itu. Peluang dikelas ini lebih baik daripada kelas bawahan.
Ah, percuma. Semangat belajarku makin berkurang krn gak ada teman kompakan. Secara aku belajar utk bisa menjelaskannya pada Ino, Hinata dan Tenten. Itu yg mendorongku rajin belajar. Aku mencoba mendongkrak semangatku, namun sama saja. Intensitas bermain sudah kukurangi. Bahkan laptop kesayanganku sudah tak pernah kusentuh lagi. Setiap hari aku berkutat dengan buku-buku. Bahkan belajar dengan Sasuke yang jelas-jelas dulunya dia peringkat dibawahku!
Aku mulai merasa muak dengan teman sebelahku. Kenapa?
Dia tahu tentang satu pelajaran, namun ia tak pernah mengajariku. Dia malah memilih mengajarinya kepada teman yg lain. Padahal, dulu kan aku yg mengajarinya?
Dia sekarang tak pernah bertanya apapun padaku. Tak pernah sharing apapun padaku.
Dia tak mau share buku pelajaran yg aku tak punya.
Sebagai teman, aku merasa harus menolongnya dalam kesulitan. Aku pinjamkan uang padanya, namun ia tak pernah tuntas mengembalikan uangku.
Sebagai sahabat, aku merasa dikhianati!
Ah! Aku benci!
"Sakura, dompetmu bagus ya. Kau beli dimana?"
"Ha? Aku beli diluar kota, Ino? Kau suka ya?"
Ino tak menjawab pertanyaanku. Aku bisa lihat dari wajahnya, kalau dia suka dompet yg seperti punyaku.
Saat ia membeli dompetnya...
"Ih, dompetku kayaknya kebesaran ya? Ribet ya?...." ini ya? itu ya? entah apa yg Ino bilang sampai akhirnya.. "Kita tukaran dompet aja ya?"
Apa?! Tukaran?! Yang benar saja! Bisa-bisa aku dituduh nelap duit dia karena dompet itu lebih mahal dari headset mic yg kubeli! Lagi pula dompet itu..
"Maaf Ino, bukannya aku tak mau. Tapi dompet itu punya kembaran. Punya Sayuki..."
Ya, dompetku kembar dengan punya adikku. Bagaimana bisa aku menukarnya?
"Sakura, jangan bilang2 ma Temari ya, kalau aku beli dompet ini."
Hah! Ngajak aku berbohong lagi kau?! Sudah dari pertama kau bilang dompet itu pesanan Yumi pada si Temari, sekarang kau mau bilang kau tak jadi beli dompet itu pada calon kakak iparmu?! Kenapa sih kau mengajakku bermaksiat terus?!
Aku tak menjawab. Daripada menjawab (bukan) pertanyaan dia lebih baik aku membalas sms dari Sayuki dan testimonial dari Hinata.
Aku muak, muak, muak, dan muak dgn tingkahnya! Aku malas. Aku tak mengerti lagi apa maksud dan maunya. Juga apa tujuannya! Dia juga tak bisa mengerti aku. Kurasa memang tak ada bagusnya lagi aku berteman dengannya!
Fic ga jelas ini cuma pelampiasan amarahku aja.
Kalo di publish di blog pribadi, ntar ada yg nangis. Kalo publish di ffn bikin malu aja, jadi bagusan aku publish disini.
Disclaimer: Apapun itu, bukan punyaku!
Pertama kali aku kenal dgnnya, aku bicara dgnnya, aku berkesimpulan dia teman yg baik. Dalam waktu tak sampai sebulan pun kami menjadi sahabat yg kompak. Tidak dgn dia aja, juga 2 teman yg lain. Ya, kami jadi sahabat krn susunan bangku kami di kelas. Aku & Ino duduk sebangku. Tenten & Hinata duduk di belakang kami. Otomatis setiap belajar maupun gosip, kami memilih teman yg jaraknya terdekat. Aku penetap dikelas itu, sedangkan ketiga yg lain dulu dari kelas lain. Awalnya aku acuh tak acuh dgn mereka, krn aku tak biasa beradaptasi dgn suasana baru. Namun, ternyata tidak buruk kok.
Ino, teman sebangku, sering sharing. Dia tau tentang fashion. Dia pernah memakeoverku, namun aku menolak. Aku benci peralatan rias. Tenten, dia duduk dibelakang Ino. Dia sarkastik, lumayan cerewet, namun dia lemah di semua pelajaran kecuali olahraga. Cerewetnya itu pernah menyelamatkan aku dari terkaman kakak kelas lho. Hinata, dia pendiam, tapi gak juga. Dia sumber ide jika belajar kelompok. Dia anak manis. Termanis diantara kami berempat. Dia bisa menyanyi. Suaranya bagus. Terkadang dia nyanyi bareng Ino. Sementara aku dan Tenten cuma nonton doang. Kadang Sasuke dan Naruto mengiringi dgn gitar.
Namun, setelah naik kelas, kami terpisah.
Aku dan Ino tetap berada di kelas kami sedangkan Hinata dan Tenten masuk ke kelas lain.
"Tenanglah, Sakura. Walaupun kita beda kelas, kita tetap bisa bertemu kan? Kami akan sering-sering kesini kok," ujar Hinata. Kalimatnya menenangkan hatiku. Memang aku tak berharap mereka sering berkunjung, tapi yg kuharapkan ia mengatakan hal itu. Persahabatan tetap terjalin walau beda kelas. Bisa dibilang, aku lebih dekat dgn Hinata dibanding teman sebangku sendiri.
Sekarang di kelas hanya ada aku & Ino. Dibelakang kami tidak ada teman yg biasa bersama kami. Sunyi. Sepi. Tak ada yg bernyanyi dikala jam kosong dan tak ada yg ngomelin aku karena aku kerajinan menulis catatan pelajaran. Terbesit dipikiranku, aku ingin ikut mereka dikelas lain. Tapi Ino mencegahku.
"Jangan Sakura, kalau kau dikelas bawah tamat sudah impianmu utk mendapat undangan dan beasiswa dari universitas yg kau idamkan!"
Benar juga, impianku bisa kandas. Dari dulu sampai sekarang aku menetap di kelas inti ini utk merebut undangan itu. Peluang dikelas ini lebih baik daripada kelas bawahan.
Ah, percuma. Semangat belajarku makin berkurang krn gak ada teman kompakan. Secara aku belajar utk bisa menjelaskannya pada Ino, Hinata dan Tenten. Itu yg mendorongku rajin belajar. Aku mencoba mendongkrak semangatku, namun sama saja. Intensitas bermain sudah kukurangi. Bahkan laptop kesayanganku sudah tak pernah kusentuh lagi. Setiap hari aku berkutat dengan buku-buku. Bahkan belajar dengan Sasuke yang jelas-jelas dulunya dia peringkat dibawahku!
Aku mulai merasa muak dengan teman sebelahku. Kenapa?
Dia tahu tentang satu pelajaran, namun ia tak pernah mengajariku. Dia malah memilih mengajarinya kepada teman yg lain. Padahal, dulu kan aku yg mengajarinya?
Dia sekarang tak pernah bertanya apapun padaku. Tak pernah sharing apapun padaku.
Dia tak mau share buku pelajaran yg aku tak punya.
Sebagai teman, aku merasa harus menolongnya dalam kesulitan. Aku pinjamkan uang padanya, namun ia tak pernah tuntas mengembalikan uangku.
Sebagai sahabat, aku merasa dikhianati!
Ah! Aku benci!
"Sakura, dompetmu bagus ya. Kau beli dimana?"
"Ha? Aku beli diluar kota, Ino? Kau suka ya?"
Ino tak menjawab pertanyaanku. Aku bisa lihat dari wajahnya, kalau dia suka dompet yg seperti punyaku.
Saat ia membeli dompetnya...
"Ih, dompetku kayaknya kebesaran ya? Ribet ya?...." ini ya? itu ya? entah apa yg Ino bilang sampai akhirnya.. "Kita tukaran dompet aja ya?"
Apa?! Tukaran?! Yang benar saja! Bisa-bisa aku dituduh nelap duit dia karena dompet itu lebih mahal dari headset mic yg kubeli! Lagi pula dompet itu..
"Maaf Ino, bukannya aku tak mau. Tapi dompet itu punya kembaran. Punya Sayuki..."
Ya, dompetku kembar dengan punya adikku. Bagaimana bisa aku menukarnya?
"Sakura, jangan bilang2 ma Temari ya, kalau aku beli dompet ini."
Hah! Ngajak aku berbohong lagi kau?! Sudah dari pertama kau bilang dompet itu pesanan Yumi pada si Temari, sekarang kau mau bilang kau tak jadi beli dompet itu pada calon kakak iparmu?! Kenapa sih kau mengajakku bermaksiat terus?!
Aku tak menjawab. Daripada menjawab (bukan) pertanyaan dia lebih baik aku membalas sms dari Sayuki dan testimonial dari Hinata.
Aku muak, muak, muak, dan muak dgn tingkahnya! Aku malas. Aku tak mengerti lagi apa maksud dan maunya. Juga apa tujuannya! Dia juga tak bisa mengerti aku. Kurasa memang tak ada bagusnya lagi aku berteman dengannya!